Thursday, 15 November 2012

Hikmah Cobaan dari Allah


Ada beberapa teman yang bertanya pada saya, kenapa saya mengusung tema tasawuf dalam buku dan atau tulisan-tulisan saya, sedangkan tasawuf itu jalan yang cukup berat ditempuh, karena banyak cobaannya.
Sejujurnya saya sendiri juga tidak tahu, mengapa hati dan pikiran ini hanya tergerak, tertuju dan condong pada ilmu tasawuf. Saya selalu tergetar dan kadang sampai menangis bila membaca satu bahasan tasawuf. Saya tahu, mempelajari dan menulis tentang tasawuf, bukan hal yang mudah dilakukan, banyak sekali rintangan dan cobaan, tapi entah kenapa hati ini tetap merasa nyaman mempelajari dan membagi ilmu ini lewat tulisan.

Mungkin karena perjalanan hidup saya selama ini, yang Alhamdulillah, ditakdirkan Allah SWT banyak ujiannya, dimana nyaris seumur hidup saya, selalu saya lalui dengan rahmat-Nya itu (ujian adalah rahmat-Nya).
Pernah pada suatu waktu, saya ragu untuk menulis tentang tasawuf, karena takut akan cobaan, takut akan ujian yang datang, terkait dengan tulisan-tulisan saya. Dan saya pernah niat berhenti menulis tentang tasawuf. Tapi Subhaanallah, disaat saya ragu,  Allah SWT memberikan suatu perasaan sedih yang sangat luar biasa. Sedih karena saya merasa tidak mempercayai Allah SWT, yang selama ini selalu menemani saya dalam melalui segala hal  dalam kehidupan saya, sedih dan merasa bersalah sama Allah SWT, karena menyangsikan kasih sayang-Nya. Bukankah selama ini Allah yang membantu saya melalui semua?
Bukankah selama ini Allah SWT lah yang menemani saya dalam segala keadaan,  tidak pernah meninggalkan saya dan tidak pernah mengabaikan saya? Bukankah Allah tidak pernah membiarkan saya melalui semua ujian-Nya sendirian? Bukankah saya ini, berada dalam jaminan dan pengawasanNya? Dalam tahajut, saya sampai menagis yang sangat hebat, saya benar-benar merasa jahat, karena tidak mempercayai Allah SWT, tidak percaya pada janji-Nya, bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan, melebihi kemampuan hamba-Nya. Saya merasa, telah menjadi hamba yang sangat jahat kepada Allah, padahal Allah selalu baik pada saya dan yang selalu sayang sama saya.
Saya bertanya pada diri saya sendiri, hamba macam apa saya ini? takut akan ujian-Nya, cemas akan sesuatu yang belum terjadi? Dimana iman saya? Dimana ketauhidan dan ketawakkalan saya? Kalau saya benar-benar kuat iman, dan benar dalam tauhid dan ketawakkan saya, tentunya hal ini tidak akan terjadi?
Saat itu saya benar-benar sedang mengalami kemerosotan iman yang luar biasa. Tapi Alhamdulillah, Allah SWT menyadarkan saya dan menguatkan saya. Memberi ketenangan dan kekuatan untuk melanjutkan belajar dan menulis tentang tasawuf. Kemudian entah bagaimana, seperti ada kekuatan, ketenangan yang sulit saya ungkapkan dan tangan ini seperti tidak mau berhenti menulis dan semua tulisan, seperti mengalir begitu saja, sepertinya selalu ada saja yang mau saya tulis.
Dan ya, memang benar, ujian tasawuf memang benar-benar berat  dan terus menerus, juga sangat beragam, selalu datang silih berganti. Alhamdulillah sampai sekarang, saya baik-baik saja dan bahkan Subhaanallah, saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memilihkan jalan ini untuk saya. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah mengajarkan saya, melalui buku yang saya tulis, Allah SWT mengajarkan saya melalui materi-materi tulisan yang saya tulis. Saya bersyukur kepada Allah SWT, yang telah menggerakkan hati dan pikiran saya untuk condong pada tasawuf. Dan besyukur pada Allah SWT yang telah membiasakan saya dengan ujian-ujian-Nya, menggembleng saya dengan banyaknya dan beragamnya ujian.
Terkait dengan uraian diatas, berikut ini adalah bahasan tentang hikmah ujian, dimana sebenarnya, kalau kita diuji oleh Allah SWT berarti kita telah dipilih-Nya, untuk dinaikkan ke tingkat yang lebih tinggi yang telah disiapkan-Nya untuk kita.
Semua kejadian di muka bumi adalah atas kehendak dan kuasa Allah. Tidak satupun kejadian yang terlepas dari kendali-Nya. Daun kering yang tertiup angin, kemudian jatuh entah di mana, adalah atas kuasa dan dalam pantauan-Nya. Angin bertiup, awan berarak-arak, matahari bersinar, semuanya atas perintah dan kemauan-Nya. Semua adalah takdir dan iradahnya.

Cobaan atau ujian adalah rekayasa Ilahiyah untuk menyeleksi hamba-hamba-Nya. Cobaan diberikan oleh Allah dengan maksud untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Bagi yang lulus akan naik derajat. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak lulus ada dua alternatif pilihan, yaitu tetap ditempat atau justru  melorot jatuh ke  derajat yang lebih rendah.

Dengan kata lain, tidak ada satupun manusia di muka bumi ini dibiarkan oleh Allah berlalu tanpa mendapatkan ujian. Apalagi bagi mereka yang telah mengaku sebagai orang yang beriman, maka pengakuan itu perlu pembuktian. Hanya melalui ujian yang datang silih berganti, seseorang dapat membuktikan keimanannya kepada Allah SWT. Dan Allah telah menegaskan dalam firman-Nya :   ”Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, `Kami telah beriman,� sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabuut: 2) 

Ujian yang diberikan kepada manusia itu beragam, ada yang langsung, ada yang tidak langsung. Ada yang mengenai dirinya, keluarganya, atau harta bendanya. Ada yang terasa berat, tapi ada pula yang ringan-ringan saja. Ada yang berupa kesengsaraan, tapi tidak sedikit yang berupa kenikmatan. Tergantung pada siapa yang akan diuji, dan tentu saja itu semua terserah pada keputusan Allah.

Yang penting bagi kita adalah perasaan  dan sikap kita dalam menjalani ujian Sebaiknya kita selalu mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Mempersiapkan mental dan keimanan kita, agar bila suatu waktu ujian datang menghampiri kita, kita telah siap. Karena ujian kenaikan tingkat, biasanya datang tanpa pemberitahuan dan tidak disangka-sangka datangnya. Kalau kita telah siap menerimanya, maka kita akan menjalani ujian itu dengan penuh semangat, tidak ada keluh-kesah, karena kita menyadari bahwa tiada ujian yang ringan, apalagi untuk ujian kenaikan tingkat.

Seharusnya kita bersemangat dan bergembira manakala menerima ujian dari Allah SWT. Karena hanya melalui ujian itu, tingkatan iman kita bisa meningkat. Semakin banyak ujian yang bisa kita lewati, berarti kesempatan untuk naik tingkat semakin besar. Itu artinya bahwa Allah mencintai kita, menginginkan agar kita naik tingkat secara cepat. Rasulullah saw  bersabda :  “Tiada henti-hentinya cobaan akan menimpa orang mukmin dan mukminat, baik mengenai dirinya, anaknya, atau hartanya sehingga ia kelak menghadap Allah SWT dalam keadan telah bersih dari dosa (HR Tirmidzi).  .

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan, jika Allah rindu kepada hamba yang dicintai-Nya, maka Dia akan memerintahkan kepada malaikat untuk mengirimkan sebuah paket hadiah berupa ujian. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah SWT berfirman : “Pergilah kepada hamba-Ku, lalu timpakanlah berbagai ujian kepadanya, karena Aku ingin mendengarkan rintihannya.” (HR Thabrani dari Abu Umamah)

Rintihan hamba Allah yang mencintai dan dicintai Allah itu, tentu saja bukan berupa keluh-kesah, histeria, apalagi berupa umpatan. Rintihannya tidak lain berupa doa, dzikir, wirid, munajat dan taqarrub Ilallah. Rintihan semacam inilah yang selalu dirindukan oleh Allah SWT.

Cobaan atau ujian, tentu saja bertingkat sesuai dengan kualitas iman seseorang. Semakin tinggi tingkatannya, semakin berat pula ujiannya. Sebaliknya, bagi mereka yang imannya masih rendahan, tentu saja materi yang diujikan juga ringan.  Dalam hal ini Rasulullah saw  pernah menggambarkan tingkatan ujian itu    Sebagai berikut :  ”Tingkat berat - ringannya ujian, disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang paling berat menerima ujian adalah para Nabi, kemudian orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya. Jika ia sangat kukuh kuat dalam agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya. Demikian bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apapun.”    (HR. Tirmidzi)

Semakin tinggi kita memanjat pohon, semakin banyak angin yang menerpa. Jika tidak hati-hati, bisa jatuh lagi ketanah, dan lebih sakit. Sama halnya dengan tingkat keimanan kita. Semakin tinggi tingkatnya, maka semakin banyak tantangan, semakin banyak cobaan dan  ujian yang datang silih berganti. Jika kita sanggup menyelesaikannya, maka kedudukan kita menjadi lebih tinggi lagi.
Apakah sekarang ini Allah tengah menguji dan memberikan cobaan kepada kita? Jika ya, maka bersyukurlah. Jadikanlah cobaan itu sebagai batu loncatan untuk meraih kesuksesan yang jauh lebih baik. .Jadikanlah ujian dan cobaan itu sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas iman. Jadikan cobaan itu sebagai alat untuk melebur dosa-dosa kita, sebab setiap cobaan yang diterima dengan lapang dada akan mendatangkan pahala dan menebus dosa.


Rasulullah saw bersabda:  “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim).


















No comments:

Post a Comment