Wednesday 7 November 2012

Kisah Isra' Mi'raj (the history of Isra' Mi'raj)



Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah salah satu peristiwa yang agung dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian orang meyakini kisah yang menakjubkan ini terjadi pada Bulan Rajab. Benarkah demikian? Bagaimanakah cerita kisah ini? Kapan sebenarnya  terjadinya kisah ini? Bagaimana pula hukum merayakan perayaan Isra’ Mi’raj? Simak  pembahasannya dalam tulisan yang ringkas ini.

Pengertian Isra’ Mi’raj

Isra` secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra` adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Palestina), berdasarkan firman Allah :


سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى  

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha “ (Al Isra’:1)

Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas langit, berdasarkan firman Allah dalam surat An Najm ayat 1-18.[1]

Kisah Isra’ Mi’raj

Secara umum, kisah yang menakjubkan ini  disebutkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al-Qur`an dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Juga dalam firman-Nya:

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى. عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى. وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى. ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. An-Najm : 1-18)

Adapun rincian dan urutan kejadiannya banyak terdapat dalam hadits yang shahih dengan berbagai riwayat. Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab beliau yang berjudul Al Isra` wal Mi’raj menyebutkan 16 shahabat yang meriwayatkan kisah ini. Mereka adalah: Anas bin Malik, Abu Dzar, Malik bin Sha’sha’ah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab, Buraidah ibnul Hushaib Al-Aslamy, Hudzaifah ibnul Yaman, Syaddad bin Aus, Shuhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, ‘Ali, dan ‘Umar radhiallahu ‘anhum ajma’in.

Di antara hadits shahih yang menyebutkan kisah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya , dari sahabat Anas bin Malik :Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Didatangkan kepadaku Buraaq – yaitu yaitu hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar . Kemudian datang kepadaku Jibril  ‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian berkata : “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis salaam  meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari kebagusan(wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab: “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan  Idris alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang artinya : “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi” (Maryam:57).

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan saya bertemu dengan  Harun ‘alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab, “Muhammad” Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliau sedang menyandarkan punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul Ma’muur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya

 Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Musa ’alaihis salam.  Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”. Saya menjawab: “50 shalat”. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”. Beliau bersabda :“Maka sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata:“Allah mengurangi untukku 5 shalat”. Dia berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis(baginya) satu kejelekan”. Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa’alaihis salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka sayapun berkata: “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”. (H.R Muslim 162)

Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk ke kitab Shahih Bukhari hadits nomor 2968 dan 3598 dan Shahih Muslim nomor 162-168 dan juga kitab-kitab hadits lainnya yang menyebutkan kisah ini. Terdapat pula tambahan riwayat tentang kisah ini yang tidak disebutkan dalam hadits di atas.

Kapankah Isra` dan Mi’raj?

Sebagian orang meyakini bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab. Padahal, para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal kejadian kisah ini. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai penetapan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj , yaitu[2] :

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nubuwah (kenabian). Ini adalah pendapat Imam Ath Thabari rahimahullah.
Perisitiwa tersebut terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi dan Al Qurthubi rahimahumallah.
Peristiwa tersebut terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al Manshurfuri rahimahullah.
Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi enam bulan sebelum hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga belas setelah kenabian.
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri hafidzahullah menjelaskan : “Tiga pendapat pertama tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara ketika beliau meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu. Juga tidak ada perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat lima waktu adalah pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj. Sedangakan tiga pendapat lainnya, aku  tidak mengetahui mana yang lebih rajih. Namun jika dilihat dari kandungan surat Al Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada masa-masa akhir sebelum hijrah.”

Dapat kita simpulkan dari penjelasan di atas bahwa Isra` dan Mi’raj tidak diketahui secara pasti pada kapan waktu terjadinya. Ini menunjukkan bahwa mengetahui kapan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj bukanlah suatu hal yang penting. Lagipula, tidak terdapat  sedikitpun faedah keagamaan dengan mengetahuinya. Seandainya ada faidahnya maka pasti Allah akan menjelaskannya kepada kita. Maka memastikan kejadian Isra’ Mi’raj terjadi pada Bulan Rajab adalah suatu kekeliruan. Wallahu ‘alam..

Sikap Seorang Muslim Terhadap Kisah Isra’ Mi’raj

Berita-berita yang datang dalam kisah Isra’ Miraj seperti sampainya beliau ke Baitul Maqdis, kemudian berjumpa dengan para nabi dan shalat mengimami mereka, serta berita-berita lain yang terdapat dalam hadits- hadits yang shahih merupakan perkara ghaib. Sikap ahlussunnah wal jama’ah terhadap kisah-kisah seperti ini harus mencakup kaedah berikut :

Menerima berita tersebut.
Mengimani tentang kebenaran berita tersebut.
Tidak menolak berita tersebut atau mengubah berita tersebut sesuai dengan kenyataannya.
Kewajiban kita adalah beriman sesuai dengan berita yang datang terhadap seluruh perkara-perkara ghaib yang Allah Ta’ala kabarkan kepada kita atau dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[3]

Hendaknya kita meneladani sifat para sahabt radhiyallahu ‘anhum terhadap berita dari Allah dan rasul-Nya. Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, orang-orang musyrikin datang menemui Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.  Mereka mengatakan : “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)!” Abu Bakar berkata : “Apa yang beliau ucapkan?”. Orang-orang musyrik berkata : “Dia menyangka bahwasanya dia telah pergi ke Baitul Maqdis dan kemudian dinaikkan ke langit, dan peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam”. Abu Bakar berkata : “Jika memang beliau yang mengucapkan, maka sungguh berita tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena sesungguhnya beliau adalah orang yang jujur”. Orang-orang musyrik kembali bertanya: “Mengapa demikian?”. Abu Bakar menjawab: “Aku membenarkan seandainya berita tersebut lebih dari yang kalian kabarkan. Aku membenarkan berita langit yang turun kepada beliau, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis ini?” (Hadits diriwayakan oleh Imam Hakim dalam Al Mustadrak 4407 dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha).[4]

Perhatikan bagaimana sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu terhadap berita yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi  wa sallam. Beliau langsung membenarkan dan mempercayai berita tersebut. Beliau tidak banyak bertanya, meskipun peristiwa tersebut mustahil dilakukan dengan teknologi pada saat itu. Demikianlah seharusnya sikap seorang muslim terhadap setiap berita yang shahih dari Allah dan rasul-Nya.

Hikmah Terjadinya Isra`

Apakah hikmah terjadinya Isra`, kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak Mi’raj langsung dari Mekkah padahal hal tersebut memungkinkan? Para ulama menyebutkan ada beberapa hikmah terjadinya peristiwa  Isra`, yaitu:

Perjalanan  Isra’ di bumi dari Mekkah ke Baitul Maqdis lebih memperkuat hujjah bagi orang-orang musyrik. Jika beliau langsung Mi’raj ke langit,  seandainya ditanya oleh orang-orang musyrik maka beliau tidak mempunyai alasan yang memperkuat kisah perjalanan yang beliau alami.  Oleh karena itu ketika orang-orang musyrik datang dan bertanya kepada beliau, beliau menceritakan tentang kafilah yang beliau temui selama perjalanan Isra’. Tatkala kafilah tersebut pulang dan orang-orang musyrik bertanya kepada mereka, orang-orang musyrik baru mengetahui benarlah apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Untuk menampakkan hubungan antara Mekkah dan Baitul Maqdis yang keduanya merupakan kiblat kaum muslimin. Tidaklah pengikut para nabi menghadapkan wajah mereka untuk beribadah keculali ke Baitul Maqdis dan Makkah Al Mukarramah. Sekaligus ini menujukkan keutamaan beliau melihat kedua kiblat dalam satu malam.
Untuk menampakkan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan para nabi yang lainnya. Beliau berjumpa dengan mereka di Baitul Maqdis lalu beliau shalat mengimami mereka.[5]
Faedah Kisah

Kisah yang agung ini sarat akan banyak faedah, di antaranya :

Kisah Isra’ Mi’raj termasuk tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Peristiwa ini juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seluruh nabi dan rasul’alaihimus shalatu wa salaam
Peristiwa yang agung ini menunjukkan keimanan para sahabat radhiyallahu’anhum. Mereka meyakini kebenaran berita tentang kisah ini, tidak sebagaimana perbuatan orang-orang kafir Quraisy.
Isra` dan Mi’raj terjadi dengan jasad dan ruh beliau, dalam keadaan terjaga. Ini adalah pendapat jumhur (kebanyakan) ulama, muhadditsin, dan fuqaha, serta inilah pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama Ahlus sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)
Penyebutan kata ‘hamba’ digunakan untuk ruh dan jasad secara bersamaan. Inilah yang terdapat dalam hadits-hadits Bukhari dan Muslim dengan riwayat yang beraneka ragam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa salaam melakukan Isra` dan Mi’raj dengan jasad beliau dalam keadaan terjaga.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Lum’atul I’tiqad “… Contohnya hadits Isra` dan Mi’raj, beliau mengalaminya dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan tidur, karena (kafir) Quraisy mengingkari dan sombong terhadapnya (peristiwa itu), padahal mereka tidak mengingkari mimpi”[6]

Imam Ath Thahawi rahimahullah berkata : “Mi’raj adalah benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa salaam telah melakukan Isra` dan Mi’raj dengan tubuh beliau dalam keadaan terjaga ke atas langit…”[7]

Penetapan akan ketinggian Allah Ta’ala dengan ketinggian zat-Nya dengan sebenar-benarnya sesuai dengan keagungan Allah, yakni Allah  tinggi berada di atas langit ketujuh, di atas ‘arsy-Nya. Ini merupakan akidah kaum muslimin seluruhnya dari dahulu hingga sekarang.
Mengimani perkara-perkara ghaib yang disebutkan dalam hadits di atas, seperti: Buraaq, Mi’raj, para malaikat penjaga langit, adanya pintu-pintu langit, Baitul Ma’mur, Sidratul Muntaha beserta sifat-sifatnya, surga, dan selainnya.
Penetapan tentang hidupnya para Nabi ‘alaihimus salaam di kubur-kubur mereka, akan tetapi dengan kehidupan barzakhiah, bukan seperti kehidupan mereka di dunia. Oleh karena itulah, di sini tidak ada dalil yang membolehkan seseorang untuk berdoa, bertawasul, atau meminta syafa’at kepada para Nabi dengan alasan mereka masih hidup. Syaikh Shalih Alu Syaikh rahimahullah menjelaskan  bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salaam dalam Mi’raj menemui ruh para Nabi kecuali Nabi Isa ‘alaihis salaam. Nabi menemui jasad Nabi Isa  karena jasad dan ruh beliau dibawa ke langit dan beliau belum wafat.[8]
Banyaknya jumlah para malaikat dan tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga adalah kalimur Rahman (orang yang diajak bicara langsung oleh Ar Rahman).
Allah Ta’ala memiliki sifat kalam (berbicara) dengan pembicaraan yang sebenar-benarnya.
Tingginya kedudukan shalat wajib dalam Islam, karena Allah langsung yang memerintahkan kewajiban ini.
Kasih sayang dan perhatian Nabi Musa’alaihis salaam terhadap umat Islam, ketika beliau menyuruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diringankan kewajiban shalat.
Penetapan adanya nasakh (penghapusan hukum) dalam syariat Islam, serta bolehnya me-nasakh suatu perintah walaupun belum sempat dikerjakan sebelumnya, yakni tentang kewajiban shalat yang awalnya lima puluh rakaat menjadi lima rakaat.
Surga dan neraka sudah ada sekarang, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat keduanya ketika Mi’raj.
Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi melihat Allah pada saat Mi’raj. Ada tiga pendapat yang populer : Nabi melihat Allah dengan penglihatan, Nabi melihat Allah dengan hati, dan Nabi tidak melihat Allah namun hanya mendengar kalam Allah.
Pendapat yang benar bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj hanya berlangusng satu kali saja dan tidak berulang.
Barangsiapa yang mengingkari Isra`, maka dia telah kafir, karena dia berarti menganggap Allah berdusta. Barangsiapa yang mengingkari Mi’raj maka tidak dikafirkan kecuali setelah ditegakkan padanya hujjah serta dijelaskan padanya kebenaran.
Hukum Mengadakan Perayaan Isra` Mi’raj

Bagaimana hukum mengadakan perayaan Isra’ Mi’raj? Berdasarkan dari penjelasan di atas, nampak jelas bagi kita bahwa perayaan Isra` Mi’raj tidak boleh dikerjakan, bahkan merupakan perkara bid’ah, karena dua alasan :

1.   Malam Isra` Mi’raj tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya. Banyaknya perselisihan di kalangan para ulama, bahkan para sahabat dalam penentuan kapan terjadinya Isra` dan Mi’raj, merupakan dalil yang sangat jelas menunjukkan bahwa mereka tidaklah menaruh perhatian yang besar tentang waktu terjadinya. Jika waktu terjadinya saja tidak disepakati, bagaimana mungkin bisa dilakukan perayaan Isra’ Mi’raj?

2.   Dari sisi syari’at, perayaan ini juga tidak memiliki landasan. Seandainya perayaan tersebut adalah bagian dari syariat Allah, maka pasti akan dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, atau minimal beliau sampaikan kepada ummatnya. Seandainya beliau dan para sahabat  mengerjakannya atau menyampaikannya, maka ajaran tersebut akan sampai kepada kita.

Jadi, tatkala tidak ada sedikitpun dalil tentang hal tersebut,  maka perayaan Isra’ Mi’raj  bukan bagian dari ajaran Islam. Jika dia bukan bagian dari agama Islam, maka tidak boleh bagi kita untuk beribadah dan bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan tersebut. Bahkan merayakannya termasuk perbuatan bid’ah yang tercela.

Berikut di antara  fatwa ulama dalam masalah ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya : ”Pertanyaan ini tentang perayaan malam Isra’ Mi’raj yang terjadi di Sudan. Kami merayakan malam Isra’ Mi’raj rutin setiap tahun,  Apakah perayaan tersebut memiliki sumber dari Al Qur’an dan As Sunnah atau pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin atau pada zaman tabi’in? Berilah petunjuk kepadaku karena saya bingung dalam masalah ini. Terimakasih atas jawaban Anda.”

Jawaban Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Perayaan seperti itu tidak memiliki dasar dari Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak pula pada zaman Khulafaur Rasyidin . Petunjuk yang ada dalam Al Qur’an  dan sunnah rasul-Nya justru menolak perbuatn bid’ah tersebut karena Allah Ta’ala mengingkari orang-orang  yang menjadikan syariat bagi mereka selain syariat Allah termasuk perbuatan syirik, sebagaimana firman Allah :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّه

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syuura:21)

Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“ Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari Allah dan rasul-Nya maka amalan tersebut tertolak “.

Perayaan malam Isra’ Mi’raj bukan merupakan perintah Allah dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan ummatnya dalam setiap khutbah Jum’at melalui sabda beliau :

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah  dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah perkara baru dalam agama, dan setiap bid’ah adalah sesat.







































Isra 'Mi'raj is one of the great events in the life of the Prophet Muhammad sallallaahu' alaihi wa sallam. Some people believe this amazing story occurred in Month of Rajab. Is this true? How does the story of this story? When the actual occurrence of this story? How does the law celebrate Isra 'Mi'raj? Consider writing a concise discussion on this.

Definition of Isra 'Mi'raj

Isra 'is a language derived from the word' saro 'remarkable journey in the evening. As for the terms, Isra 'is a journey the Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam with Gabriel from Makkah to Baitul Maqdis (Palestine), based on the word of God:

سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى

"Glory to Allah, who has memperjalankan his servant on a night of Al-Masjid al-Haram to Masjid al-Aqsa" (Al-Isra ': 1)

Mi'raj in language is a tool used to ride. As for the term, Mi'raj meaningful special ladder used by the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam to rise from earth toward the sky, by the word of God in Surat an-Najm verses 1-18. [1]

The story of Isra 'Mi'raj

In general, this amazing story mentioned by Allah Almighty in Al-Qur `an in His Word:

سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله لنريه من ءاياتنا إنه هو السميع البصير

"Glory to Allah, who has memperjalankan his servant on a night of Al-Masjid al-Haram to Al Aqsa Mosque which We have blessed around him to show him some of Our signs (greatness) Us. Verily, He is All-Hearing, All-Seeing. " (Surat al-Isra ': 1)

Also in his words:

والنجم إذا هوى. ما ضل صاحبكم وما غوى. وما ينطق عن الهوى. إن هو إلا وحي يوحى. علمه شديد القوى. ذو مرة فاستوى. وهو بالأفق الأعلى. ثم دنا فتدلى. فكان قاب قوسين أو أدنى. فأوحى إلى عبده ما أوحى. ما كذب الفؤاد ما رأى. أفتمارونه على ما يرى. ولقد رآه نزلة أخرى. عند سدرة المنتهى. عندها جنة المأوى. إذ يغشى السدرة ما يغشى. ما زاغ البصر وما طغى. لقد رأى من ءايات ربه الكبرى

"By the Star when it goes down, your companion (Muhammad) is not astray nor wrong, and Nor was saying it (the Qur'an) according to the will of his desires. His remarks were nothing but a revelation revealed (to him), taught to him by his (Jibril) is very strong, which has an intelligent mind, and (Gabriel's) appeared with an original way. while he was in high horizon. Then he approached, then grew closer, he became so close (at a distance of Muhammad) two bows or closer (again). Then he told his servant (Muhammad) what Allah has revealed. His heart did not deny what he had seen. Will ye (idolaters of Mecca) want to argue about what he saw? And that Muhammad had seen Gabriel's (the original apparently) at any other time, (ie) in Sidratil Muntaha. Nearby there is a paradise residence, (Muhammad saw Gabriel) when Sidratil Muntaha overwhelmed by something that enveloped him. His vision (Muhammad) did not turn away from it sees it and not (also) beyond. Indeed he had seen partly signs (power) the greatest god ". (Surat an-Najm: 1-18)

The details and sequence of events is widely available in the authentic hadith with different history. Shaikh Al-Albani rahimahullah in his book entitled Al Isra 'wal Mi'raj mention 16 Companions who narrated this story. They are: Anas bin Malik, Abu Dhar, Sha'sha'ah bin Malik, Ibn 'Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Ubay ibn Ka'b, Ibn Buraidah Al-Aslamy Hushaib, Hudzaifah Ibn Yemen, Shaddad ibn Aus, Suhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibn 'Umar, Ibn Mas'ud,' Ali, and 'Umar radhiallahu' anhum ajma'in.

Among the hadeeth which mentions this story is the hadith narrated by Imam Muslim in shahihnya, from friends Anas bin Malik: From Anas ibn Malik radi 'anhu that the Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam said:

"Brought me Buraaq - namely the long white animal, bigger than a donkey and smaller than mules, he put his foot on the end of his views (ie stride as far as his views). Then I became rode until they reached Baitul Maqdis, then I tie it in a place that used to bind mounts of the Prophets. Then I entered the mosque and prayed two rak'ahs then exit. Then Jibril came to me 'alaihis salaam with a vessel of wine and a vessel of milk. I chose the vessel containing milk. Gabriel then said: "You have chosen (as appropriate) nature".

Then Gabriel ride with me to the sky (the first) and Gabriel asked opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (gates of heaven) and I met with Adam. He welcomed me and prayed for me kindness. Then we climbed into the sky, and then a Gabriel 'alaihis salaam asked opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (the door the second heaven) and I met with the Prophet 'Isa son of Maryam and Yahya ibn Zakariya shallawatullahi' alaihimaa, he both welcomed me and prayed for me kindness.

Then Gabriel ride with me to the third heaven and Gabriel asked opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (the third heaven door) and I met with Yusuf 'alaihis salaam that he had been given half of splendor (face). He welcomed me and prayed for me kindness. Then Gabriel ride with me to the fourth heaven and ask Gabriel opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (the third heaven door) and I met with Idris alaihis salaam. He welcomed me and prayed for me kindness. Allah says which means: "And We raised him to the dignity" (Maryam: 57).

Then Gabriel ride with me to the fifth heaven and Gabriel asked opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (fifth heavens door) and I met up with Aaron 'alaihis salaam. He welcomed me and prayed for me kindness.

Then Gabriel ride with me to the sixth heaven and ask Gabriel opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied: "Muhammad" is said: "Has he been sent?" He replied: "He has sent." Then opened to us (gates of heaven) and I met with Moses. He welcomed me and prayed for me kindness. Then Gabriel ride with me to the seventh heaven and ask Gabriel opened the door, then said (to him): "Who are you?" He replied: "Gabriel". Saying: "Who is with you?" He replied, 'Muhammad' It is said, 'Has he been sent? "He replied," He has sent. " Then opened to us (doors seventh heaven) and I met with Ibrahim. He was leaning punggunya to Baitul Ma'muur. Every day go to Baitul Ma'muur seventy thousand angels who did not return. Then Abraham went with me to Sidratul Muntaha. Apparently the leaves like elephant ears and its fruit like big crock. When she was overwhelmed by God's command, he too changed so that none of God's creatures who can portray beauty

 Then God revealed to me what He revealed. God requires me 50 prayer day and night. Then I went down to Moses' alaihis salam. Then he asked: "What is required above ummatmu Lord? '. I replied: "50 prayers". He said: "Go back to your Lord and ask for relief, because actually ummatmu not be able to do it. Indeed, I have tested and tried Bani Isra `il". He said: "Then I became back to my Lord and said:" O my Lord, ringankanlah for my ummah. " Then reduced me five prayers. Then I came back to Moses and said: "Allah reducing five prayers for me." He said: "Verily ummatmu will not be able to do it, go back to your Lord and ask for leniency." So I came constantly Tabaraka forth between my Lord Almighty and Moses' alaihis salaam, until in the end God said: "O Muhammad, verily this is a 5 prayers a day and night, every prayer (reward) 10, then all of 50 prayers. Anyone who has intended evil then he did not do it, it was not written (sin for him) at all. If he's doing it, it was written (for him) the ugliness ". Then I fell to my salaam Musa'alaihis met while I was telling him this. He said: "Go back to your Lord and ask for relief," then sayapun say, "Surely I have returned to my Lord until I became ashamed of him". (Muslim H.R 162)

For more details, please refer to Sahih Bukhari hadith number 2968 and 3598, and Saheeh Muslim, numbers 162-168 and other hadith books that mention this story. There are also additional history about this story that is not mentioned in the above hadith.

When is Isra 'and Mi'raj?

Some people believe that this incident occurred on the 27th of Rajab. In fact, historians scholars differed on the date of the incident this story. There is some disagreement about the timing of the Isra 'Mi'raj, namely [2]:

The incident occurred in the year when God exalted Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam with nubuwah (prophethood). It is the opinion of Imam Tabari vol.
Perisitiwa occurred five years after sent as an apostle. It is the opinion dirajihkan by Imam An Nawawi and Al Qurtubi rahimahumallah.
The incident occurred on the night of the twenty-seventh of Rajab In the tenth year of Prophethood. It is the opinion of Al-Allamah Al Manshurfuri vol.
Some say, the incident took place six months before the move, or in the month of Muharram after the thirteenth year of Prophethood.
Some say, the incident took place two months before moving a year, precisely in the month of Muharram after the thirteenth year of Prophethood.
Some say, the incident occurred a year before the hijrah, or Rabi al-Awwal in the thirteen years after Prophethood.
Shaykh Al Mubarakfuri hafidzahullah Shafiyurrahman explains: "Three first opinion was rejected. The reason is because Khadija radi 'anha died in the tenth year after the prophethood of Ramadan, while when he died no obligation five daily prayers. Nor was there a difference of opinion that the obligation of the five daily prayers is at Isra 'Mi'raj. Sedangakan three other opinion, I do not know which is more rajih. However, if viewed from the content of Al Isra 'indicates that the Isra' Mi'raj occurred in the final period before moving. "

Can we conclude from the above that the Isra 'and Mi'raj is not known with certainty at the time when they are incurred. This suggests that knowing when the Isra 'Mi'raj is not an important thing. Moreover, there is no benefit at all religious to know. If there faidahnya then surely God will explain it to us. So make sure events Isra 'Mi'raj occurred in Month of Rajab is a mistake. Allaah 'nature ..

A Muslim Attitudes Toward story of Isra 'Mi'raj

The news comes in the story of Isra Miraj like him arriving to Baitul Maqdis, then met with the prophets and they lead the prayers, as well as other news contained in a saheeh hadeeth is unseen matter. Attitude Ahlussunnah wal congregation to stories like this should include the following kaedah:

Receive news.
Believe in the truth of the news.
Do not reject or modify the news story according to reality.
Our obligation is to believe according to the news which comes to all matters supernatural God Almighty telling us or reported by the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam. [3]

We should imitate nature of the sahabt radi 'anhum to news of Allah and His Messenger. Narrated in a history that after the events of Isra 'Mi'raj, the idolaters came to Abu Bakr As Siddiq radi' anhu. They say: "Look what you've said your friend (ie Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam)" Abu Bakr said: "What did he say?'. Polytheists said: "He thought that he had gone to Baitul Maqdis and then raised to the sky, and the event lasted only one night." Abu Bakr said: "If he were to say, it really news that he is true to say because actually he is an honest man." Idolaters returned to ask: "Why?". Abu Bakr replied: "I suppose the news was confirmed more than you preach. I confirmed the news that the sky down to him, how could I justify him about the trip to Baitul Maqdis this? "(Hadith diriwayakan by Imam Hakim in Al-Mustadrak 4407 of 'Aisha radhiyallahu'anha). [4]

Notice how the attitude of Abu Bakr radi 'anhu to the news coming from the Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam. He instantly confirmed and believing the news. He is not much to ask, even if the event impossible to do with the technology at the time. This should be the attitude of a Muslim to any authentic news from Allah and His Messenger.

Lessons occurrence of Isra `

Is the wisdom of the Isra ', why the Prophet sallallaahu' alaihi wa sallam did not Mi'raj directly from Mecca when it is possible? The scholars say there are some lessons the Isra ', namely:

Journey Isra 'on Earth from Makkah to Baitul Maqdis further strengthen the proof for the idolaters. If he immediately Ascension into heaven, if asked by the idolaters then he has no reason that reinforce the story of his journey through. Therefore, when the idolaters came and asked him, he told of a caravan which he encountered during the journey Isra '. When the caravan is home and people ask them polytheists, idolaters learned it is true what is conveyed by the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam.
To reveal the relationship between Mecca and Baitul Maqdis both of which Qibla of the Muslims. It is not followers of the prophets exposes their faces to worship keculali to Baitul Maqdis and Makkah Al Mukarramah. This at once shows the primacy he saw both mecca in one night.
To reveal the primacy of the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam than the other prophets. He met with them in Baitul Maqdis, then he would lead the prayers them. [5]
Avail Story

The story is full of great many benefits, including:

The story of Isra 'Mi'raj including signs of greatness and power of Allah' Azza wa Jalla.
This incident also shows the virtue of the Prophet Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam above all prophets and rasul'alaihimus shalatu wa salaam
This great event that shows the faith of the companions radhiyallahu'anhum. They believe in the news of this story, not as acts of Quraish infidels.
Isra 'and Mi'raj happened to his body and spirit, awake. It is the opinion jumhur (mostly) scholars, muhadditsin, and jurists, and this is the strongest opinion among the scholars of Ahlus Sunnah. Allaah says which means: "Glory be to God, who has memperjalankan his servant on a night of Al-Masjid al-Haram to Al Aqsa Mosque which We have blessed around him to show him some of Our signs (greatness) Us. Verily, He is All-Hearing, All-Seeing. " (Surat al-Isra ': 1)
The mention of the word 'servant' is used for spirit and body simultaneously. This is contained in the hadiths of Bukhari and Muslim with a diverse history that he sallallaahu 'alaihi wa salaam did Isra' and Mi'raj with his body awake.

Imam Ibn Qudama rahimahullah said in Lum'atul I'tiqad "... For example, the Hadith of Isra 'and Mi'raj, he experienced it awake, not in a state of sleep, because (infidels) Quraishi denies and arrogant about it (the incident), but they not deny a dream "[6]

Imam Ath Thahawi rahimahullah said: "Ascension is correct. The Prophet sallallaahu 'alaihi wa salaam has done Isra' and Mi'raj with his body in a state of waking up to the sky ... "[7]

Determination of heights Allah Ta'ala with his height substances in good faith in accordance with the majesty of God, the God high above the seventh heaven, above the 'Throne of His. This is the creed of the Muslims entirely from first until now.
Faith in supernatural matters mentioned in the above hadith, such as: Buraaq, Mi'raj, the guardian angels sky, the doors of heaven, Baitul Ma'mur, Sidratul Muntaha and its properties, heaven, and much more.
Determination of life of the Prophet 'alaihimus salaam in their graves, but with life barzakhiah, not like their lives on earth. Hence, here is no theorem that allows one to pray, bertawasul, or ask for intercession to the Prophet with the reason they are still alive. Shaykh Salih Sheikh Alu explained that the Prophet Muhammad rahimahullah Allaah wa salaam the Mi'raj meet the spirit of the prophets except the Prophet Isa 'alaihis salaam. Prophet Jesus met the body because the body and the spirit he brought to the sky and he had not died. [8]
A large number of the angels and no one knows their number except God.
Prophet Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam also is kalimur Rahman (the person spoken to directly by Ar Rahman).
Allah Ta'ala has properties kalam (speech) to talk truthfully.
The high position of the obligatory prayers in Islam, because Allah commanded immediate obligations.
Affection and attention Prophet Musa'alaihis salaam against Muslims, when he told the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam to pray commuted liabilities.
Determination of the abrogated (removal law) in Islamic Law, as well as his bolehnya nasakh an order had not been done before though, that the first obligation of fifty prayers cycles to five cycles.
Heaven and hell are right now, because the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam has seen both when Mi'raj.
The scholars differed whether the Prophet saw God at Mi'raj. There are three popular opinion: the Prophet saw the vision of God, the Prophet saw Allah with the heart, and the Prophet did not see God, but only heard the word of God.
The correct opinion that the events of Isra 'Mi'raj berlangusng only once and not repeated.
Those who deny the Isra ', then he is an infidel, because he considers God means lying. Anyone who denies it is not dikafirkan Mi'raj except after her enforced proof and explained to him the truth.
Legal Hold Celebration of Isra 'Mi'raj

How does the law hold a celebration of Isra 'Mi'raj? Based on the above explanation, it is clear to us that the celebration of Isra 'Mi'raj should not be done, even a heresy case, for two reasons:

1. Isra 'Mi'raj Night is not known exactly when it happened. The number of dispute among scholars, even the companions in the determination of when the Isra 'and Mi'raj, a proposition which clearly shows that they are not concerned about the time of the great. If the timing of the course is not approved, how could it be done celebration of Isra 'Mi'raj?

2. From the shari'ah, this celebration has no foundation. If the celebration is part of the Shari'a of Allah, then it will definitely be done by the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam and his companions, or at least he goes to his community. If he and his friends do it or pass it, then it will be up to us.

So, when there are no arguments at all about this, the celebration of Isra 'Mi'raj is not part of Islam. If he is not part of Islam, then it should not be for us to worship Allah Ta'ala and bertaqarrub with deeds. Even the celebration includes a despicable act of heresy.

Here in the fatwas of scholars in this issue. Shaykh Muhammad ibn Saalih al 'Uthaymeen rahimahullah was asked: "The question is about the celebration of the night of Isra' Mi'raj is happening in Sudan. We celebrated the night of Isra 'Mi'raj routine every year, this celebration has a source from the Qur'an and Sunnah or never occurred in the first four caliphs or at the time of tabi'in? Give instructions to me because I am confused on this issue. Thanks for your answer. "
Answer Shaykh Ibn 'Uthaymeen rahimahullah: "Such celebrations have no basis from the Qur'an and Sunnah and nor at the time of first four caliphs. Instructions contained in the Qur'an and the Sunnah of His messenger even refused perbuatn heresy because Allah Ta'ala to deny the people who make them than Shari'a Shari'a including shirk Allah, as Allah says:

أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله

"Do they have any gods besides Allah prescribed for them religion is not allowed God?" (Ash Syuura: 21)

And also the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam said:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

"Those who make a practice which no command of Allah and His Apostle then practice it rejected".

Celebration night of Isra 'Mi'raj is not a commandment of Allah and His Messenger sallallaahu' alaihi wa sallam. The Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam warned his people in every Friday through word of his sermon:

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

"Amma ba'du. Truly the best of both words is the word of Allah and the best guidance is the guidance of Muhammad sallallaahu 'alaihi wa sallam. Ugly-ugly case is a new case in religion, and every innovation is misguidance.

No comments:

Post a Comment