Thursday 8 November 2012

The History of Ashabul Kahfi (kisah Ashabul Kahfi)


Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-'Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).
Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya.....
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
إِذْ أَوَى الفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوْا رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo'a: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)" (QS al-Kahfi:10)
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Buddhist caves- Photo UNESCO Sorosh Wali - Oct 2003.JPG
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"
"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?"
"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur."
Teman-temannya mengejar: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"
"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan. "Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: 'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: "Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"
"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"
"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"
"Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"
"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"
"Ya," jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian."
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t."
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!"
Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."
Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!"
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?"
"Aphesus," sahut penjual roti itu.
"Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.
"Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!"
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"
Imam Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!"
"Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?"
"Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat."
Tamlikha menjawab: "Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan: "Engkau penduduk kota ini?"
"Ya. Benar," sahut Tamlikha.
"Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi.
"Ya, ada," jawab Tamlikha.
"Coba sebutkan siapa namanya," perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?"
"Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!"
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: "Inilah rumahku!"
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?"
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!"
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: "Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"
Orang tua itu lalu berkata: "Coba ulangi lagi!"
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara haru: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!"
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
"Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!"
Tamlikha menukas: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka.
"Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?"
"Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha balik bertanya.
"Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab merekaMereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu."
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, "Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka." Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, "Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid."
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!



















The history Of Ashabul Kahfi
Ashabul Kahf is the name of a group of believers who lived during the time of King Diqyanus in Romans, several hundred years before the coming of the Prophet Isa. They live in the community with a pagan king dzalim. When the king knew there was a group of people who do not worship idols, then the king angry and called them and ordered them to follow the king's confidence. But Ashabul Kahf refused and fled, dikejarlah them to be killed. As they flee from the pursuit of the king's army, they arrived at the mouth of a cave hideout and then used.

With God's permission they then put to sleep for 309 years in a cave, and be raised again when the people and their king was changed to the community and the king who believe in Allah (Ibn Kathir; Tafsir al-Qur'an al-'Adzim; vol: 3; case .67-71).

Here is the story Ashabul Kahf (cave dwellers) are clearly interpreted the story .....

The writer of Fadha'ilul khamsah Minas Shihahis Sitta (volume II, pages 291-300), set forth a story that quoted from the book Qishashul Anbiya. History relates to the interpretation of verse 10 of Surah Al-Kahf:

إذ أوى الفتية إلى الكهف فقالوا ربنا ءاتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من أمرنا رشدا
"(Remember) when the young men took refuge in the cave and they said:" Our Lord grant us mercy from You and open the way for us to right guidance in our affairs (this) "(Surah al -Kahf: 10)
At length book Qishashul Anbiya starting on page 566 narrates as follows:

At the time of Omar Ibn al Khattab took office as the Commander of the Faithful, had come to him several rabbis. They said to the Caliph: "O Caliph Umar, you are a holder of authority after Muhammad and his companions, Abu Bakr. We want to ask you a few important issues to you. If you can give an answer to us, then we will understand that Islam is the true religion and Muhammad was truly a prophet. Conversely, if you can not give an answer, meaning that it bathil Islam and Muhammad is not a prophet. "

"Please ask about anything you want," said the Caliph Umar.

"Tell us about the parent key (padlock) latches the sky, is it?" Tanya pastors, began his questions. "Explain to us the existence of a cemetery that runs along its inhabitants, what is it? Show us about a creature that can give a warning to people, but he is not human and not a genie! Explain to us about the five types of creatures that can walk on the surface of the earth , but the creatures were not born from the womb or the mother or parent! Tell us what the quail (gemak) when he was singing! Are the words of a rooster crowing at a time when he was! Is said by horse when he was neighing? Are the frogs at the time said he was voiced? Was said by donkey bray when he was? Are the sparrow said at the time he was on Twitter? "

Caliph Umar bowed his head to think for a moment, then said: "For Umar, if he answered 'do not know' to questions that do not know the answer, it's not a shame!''

Caliph Umar heard the answer as it is, the Jewish priests who asked stood bobbing with excitement, saying: "Now we bear witness that Muhammad is not a prophet, and Islam is bathil!"

Salman Al-Farisi who was present, immediately stood up and said to the Jewish priests: "You wait a minute!"

He quickly went to the house of Ali ibn Abi Talib. After the meeting, Salman said: "O Abal Hasan, save Islam!"

Imam Ali r.a. puzzled, then asked: "Why?"



Salman then told what is being faced by the Caliph Umar Ibn al-Khattab. Imam Ali immediately headed to the Caliph Umar, running roll wear Burdah (a piece of cloth covering the back or neck) relics of the Apostle of Allah r When Umar saw Ali ibn Abi Talib came, he got up from his seat and rush to hug him, saying: "O Abal Hasan, each of great difficulty, you always call you!"

After face-to-face with the priest who was waiting for that answer, Ali ibn Abi Talib herkata: "Please you ask about anything you want. Messenger of Allah SAW has taught me a thousand kinds of science, and every kind of science that has thousand kinds of discipline! "

Jewish priests then repeat their questions. Before answering, Ali ibn Abi Talib said: "I want to make a reservation to you, that if it turns out I'll have to answer your questions as it is in the Torah, you are so willing to embrace our religion and faith!"

"Oh good!" they replied.

"Now ask one by one," said Ali bin Abi Talib.

They began to ask: "Is the parent key (padlock) that fasten the gates of heaven?"

"Parent key," said Ali bin Abi Talib, "Allah is shirk. Because all of God's servants, both men and women, if he bersyirik to God, charity will not be able to ascend to the Presence of God!"

The rabbi asked again: "The key is to open the doors of heaven?"

Ali ibn Abi Talib replied: "Son it is a key witness (shahadah) that there is no god but Allah and Muhammad is the Messenger of Allah!"

The rabbi looked at one another among them, saying: "The man was right!" They asked further: "Explain to us the existence of a grave that can run with the residents!"

"The grave is the shark (hut) that swallowed Jonah the son of Matta," said Ali bin Abi Talib. "The Prophet Jonah as. Sent around seven ocean!"

Priests went on another question: "Tell us about the creatures that can give a warning to people, but the creature was not human and not a genie!"

Ali ibn Abi Talib replied: "That creature is the son of Solomon ants Prophet Dawud alaihimas greeting. Ants said to his people:" O the ants, go into your residence, so as not to be trampled by Sulayman and his troops in a state they did not realize! "

The rabbi went on the question: "Tell us about the five types of beings who walk on the earth's surface, but none of the creatures that are born from his mother's womb or the mother!"

Ali ibn Abi Talib replied: "Five creature is, first, Adam. Secondly, Eve. Thirdly, the Prophet Saleh Camel. Fourth, Lamb Prophet Ibrahim. Fifthly, Moses' cane (which was transformed into a snake)."

Two of the three Jewish chaplain after hearing the answers and explanation given by Imam Ali ra then said: "We bear witness that there is no god but Allah and Muhammad is the Messenger of Allah!"

But another pastor, stood up and said to Ali bin Abi Talib: "O Ali, heart friends are afflicted by something similar to the true faith and beliefs of Islam. Now there's one more thing I want to ask to you. '

"Ask anything you want," said Imam Ali.

"Try to explain to me about the number of people in ancient times has been dead for 309 years, then brought back to life by God. Saga How about them?" Asked the minister.

Ali ibn Ali Talib replied: "Hi rabbis, they are the inhabitants of the cave. Tale of them had been told by Allah to His Messenger. If you want, I will read them a story."

Rabbi replied: "I've heard a lot about you that Quran? If you really know, try to mention their names, the names of their fathers, the name of their city, their king's name, their dog's name, mountains and caves their name, and all their stories from beginning to end! "

Ali ibn Abi Talib and then fix the seat, bend the knee to the front of the abdomen, then ditopangnya with Burdah tied to his waist. Then he said: "O brother Jews, Muhammad Rasool Allah SAW girlfriend has told me, that the story takes place in the land of the Romans, in a town called Aphesus, also called by the name Tharsus. But the name of the city in ancient times is Aphesus (Ephese .) Only when Islam came, the city was renamed Tharsus (Tarse, now located in the territory of Turkey). former residents of the country have a good king. Upon the king's death, the news of his death to be heard by a Persian king named Diqyanius. He was a pagan king who so arrogantly and dzalim. invaded the country he came to power his army, and finally managed to control the city Aphesus. whereby the city was made the capital of the kingdom, and built a palace. "

New stop there, rabbis who ask it stands, kept asking: "If you really know, try to explain to me the form of the Palace, how porch and room-office!"

Ali explained: "O brother Jews, the king built a magnificent palace made of marble stone. Farsakh length one (= kl 8 km) and a width of any one farsakh. Pilar-pillars are numbered a thousand pieces, all made of gold, and the lights were one thousand pieces, also all made of gold. lights that hang from chains made of silver. every night fire was ignited by a kind of fragrant oil. east portico made in the pits as much light as a hundred pieces, as well as to the west. So the sun from sunrise to sunset is always starting to illuminate the foyer. Raja was also made a throne of gold. length of 80 cubits, and its breadth 40 cubits. On his right provided 80 chairs, all made of gold.'s where the royal seat of the district chief. To the left is also provided 80 chairs made of gold, to sit the Pepatih and other high authorities. king sitting on a throne with a crown on the head. "

At that point the pastor in question stood up again and said: "If you really know, try to explain to me of whether the crown was made?"

"My Jewish brothers," said Imam Ali explained, "the king's crown made of gold pieces, 9 pieces legs, and each leg studded pearls that reflect light like the stars illuminating the darkness of the night. Raja also has 50 servants, composed of the children of the district chief. Overall wear a sling and a red silk shirt. pants they are also made of green silk. Overall decorated with bracelets and beautiful legs. Each was given a stick made of gold. they have to stand on behind the king. Besides them, the king also appointed six people, made up of the children of scholars, to serve as ministers or his assistants. Raja did not take any decisions without consulting them first. maid Six people were always on either side of the king, the three men standing on the right and the three others standing on the left. "

The pastor was asked to stand up again. Then he said: "O Ali, if what you say is true, try to say the name of six men who became the king's servants!"

In response, Imam Ali r.a. replied: "My beloved Muhammad the Messenger of Allah peace be upon him told me, that the three men were standing to the right of the king, each named Tamlikha, Miksalmina, and Mikhaslimina. Meanwhile three servants who stand on the left, each named Martelius, Casitius and Sidemius. Raja always negotiate with them on all matters.

Every day after the king sat in the palace porch surrounded by all the district chief and the retainer, go three servants to the king. One of them took the gold cup filled with pure fragrance. Another took the silver cup filled with water flower. Being a seorangnya again bring a bird. The person who brought this bird then a sound cue, and then the bird flew over the beaker containing water flower. Bird was involved in it and after that he waved his wings and feathers, until it runs out sari-flower sprinkled all around the place.

Then the man with the bird had a sound cue again. The bird flew anyway. Then, perched on top of the cup that contains pure fragrance. While dabbling in it, the bird flapping wings and feathers, to the pure fragrance in the cup was discharged sprinkled around the place. Bird carrier voice beckoned again. The bird then flew and perched on the crown of the king, as he spread his wings fragrant over the king's head.

So the king is on the throne for thirty years. During that time he has never attacked any disease, never felt dizziness, abdominal pain, fever, drooling, spit or blow their noses. After the king felt himself so strong and healthy, he is getting cocky, rebellious and dzalim. He claims to himself as "God" and refuse to acknowledge the existence of Allah swt

The king then summoned the leading men of the people. Those who are obedient and subservient to him, given clothes and a variety of other prizes. But he who does not want to obey or not willing to follow his will, he would soon be killed. Therefore, all people had to affirm his will. In the long term, everyone obey the king, until he is worshiped and adored. They no longer adore and worship God Almighty

On a day-year anniversary celebration, the king sitting on a throne wearing a crown on his head, suddenly walked a commander told me, that there are foreign troops entered swarmed into the kingdom, with the intention of waging war against the king wanted. So sad and confused king, until without realizing that he was wearing a crown fallen from his head. Then the king himself fell bounced from the throne. One of a maid who was standing on the right - a savvy named Tamlikha - notice the state of the king with all your mind. He thought, and thought to myself: "If it's really Diqyanius god, as he admitted, he would not be sad, do not sleep, do not urinate or defecate. Was all the properties are not of God."

Six king's servants every day always held a meeting at one of them in turn. On one day came the turn Tamlikha received visits five friends. They gathered at the home Tamlikha to eat and drink, but Tamlikha itself does not come to eat and drink. His companions asked: "O Tamlikha, why do you not want to eat and do not want to drink?"

"My friends," said Tamlikha, "my heart was worry about the things that made me want to eat and do not want to drink, do not want to sleep."

His friends catch up: "What is troubling hearts, Tamlikha?"

"I've been thinking about the sky," said Tamlikha explained. "I then asked myself: 'Who picked up the roof is always safe and maintained, without hanger from above and without any pillars that sustains the bottom? Who is running the sun and moon in the sky? Whom decorate the sky with scattered the stars? ' Then I think also this earth: 'Who stretched and spread it on the horizon? Who is holding the giant mountains that do not waver, do not jiggle and not tilted?' I'm too old to think of myself: 'Who me out as a baby from the mother's stomach? Whom maintain life and feed me? Overall it was definitely made, and certainly not Diqyanius' ... "

Tamlikha friends and knees in front of him. Two Tamlikha feet kissed and said: "O Tamlikha in our hearts now feels something like that is in your heart. Therefore, let you show me the way out for all of us!"

"Gentlemen," said Tamlikha, "neither of us have found no reason other than flee dzalim king, went to the King creator of heaven and earth!"

"We agree with you," said his friends.

Tamlikha stood, continued to walk away to sell a date, and finally managed to get the money as much as 3 dirhams. The money is then inserted in the pocket. Then go horse riding together with five friends.

 After walking 3 miles away from the city, Tamlikha said to his friends: "Gentlemen, we are now apart of the king of the world and of his power. Now get off your horse and let us walk. Hopefully God will ease our affairs as well as provide a way out. "

They dismounted respectively. Then walk the 7 farsakh, until their feet were swollen, bleeding unusual walk that far.

Suddenly there came a shepherd welcome them. To the shepherds, they asked: "O shepherd, do you have to drink water or milk?"

"I have everything you want," said the shepherd was. "But I see all of your faces like nobility. Guys I suspect it would run away. Try tell me how the story of your journey it is!"

"Ah ..., hard men," they replied. "We've embraced a religion, we should not lie. Whether we would survive if we tell the truth?"

"Yes," replied the shepherd's.

Tamlikha and his friends, and told all that had happened to them. Hearing their stories, herders immediately to its knees in front of them, and while kissing their feet, he said: "In my heart now feels like something is in your heart. Guys alone first stop here. 'I will restore it to the goats owners. Later I will be back again to you. "

Tamlikha with his friends to stop. Shepherds immediately went to restore herds goats. Soon after he came on foot, followed by his dog. "

When the story of Imam Ali got there, the rabbi asks jumped up again and said: "O Ali, if you really know, try to specify what color the dog and his name?"

"O you Jews," said Ali bin Abi Talib told me, "my beloved Muhammad the Messenger of Allah peace be upon him told me, that the dog was blackish color and named Qithmir. Escape when six people saw a dog, each is said to his friend: we are concerned that the dog will be unpacked our secret! They asked the shepherd dog that chased it with a stone.

The dog looked at Tamlikha and his friends, and then sat on two hind legs, stretched, and say the words fluently and clear: "O people, why do you want to get rid of, and I testify there is no god but Allah , no allies whatsoever for him. Permit me keep you from the enemy, and in doing so I put myself to God Almighty "

The dog eventually left alone. They then left. Herders had led them up a hill. Then together they approached a cave. "

The rabbi asks the story, wake up from his seat and said: "What is the name if the name of the mountain and the cave?"

Imam Ali explains: "The mountain was named Naglus and the name of the cave is Washid, or also called by the name Kheram!"

Ali ibn Abi Talib to continue the story: suddenly in front of the cave bear and the trees grow memancur eyes jetted once. They eat fruits and drinking water are available at the site. Upon arriving at night, they get shelter in a cave. Being a dog that had been following them, just in case ndeprok craning his two front legs to obstruct entrance to the cave. Then God s.w.t. ordered the Angel of Death that deprive their lives. To each of them, Allah swt represents two angels to flip through their body from right to left. Allah then commanded the sun that rises when leaning emit light into the cave from the right, and at almost sunset so the light started to leave them out of the left.

One time when the king had just finished partying Diqyanius he asked about six aides. He got an answer, that they had escaped. King Diqyanius very upset. Together with 80,000 horsemen he quickly departed scour the trail six helpers who escaped. He climbed to the top of the hill, then approached the cave. He saw six helpers who escaped was lying asleep in the cave. He did not hesitate and make sure that six people were actually sleeping.

To his followers he said: "If I'm going to punish them, it will drop more severe penalties of their actions have tortured themselves in the cave. Yell masons so they immediately came to me!"

After masons arrived, they were ordered shut the door of the cave with rocks and Jish (a kind of cement materials). Completed, the king said to his followers: "Say to those in the cave, when really they did not lie to God for help so that those in heaven, so they are removed from that place."

In Guha sealed, they lived for 309 years.

After a very long time ago, God Almighty reinstate their lives. By the time the sun had started to emit light, they feel as if they just woke up from his sleep, respectively. That one said to the other: "Last night we forgot to pray to God, let's go to the spring!"

Once they were out of the cave, suddenly they saw the spring was dry again, and the trees that there was already a dry everything. God s.w.t. make them start to feel hungry. They were asked: "Who among us is capable and willing to go to town with the money to be able to get food? But that would go into town later so be careful right, not to buy food cooked with pork fat."

Tamlikha then said: "Brethren, I am left alone to get food. However, O shepherds, give me your shirt and take my shirt off it!"

After wearing Tamlikha shepherd, he headed for the city. Along the way he passed places that have never known, through streets that have not been known. Arriving near the city gate, he saw the green flag fluttering in the sky saying: "There is no god but Allah and Jesus is the Spirit of God."

Tamlikha flag looked paused, rubbing his eyes, and said himself: "I thought I was still sleeping!" After a long time looking and watching the flag, he continued his journey into the city. He saw a lot of people are reading the Gospel. He ran into people who had never known. Arriving at a market he asked a vendor of bread: "Hi bakers, whether your town's name?"

"Aphesus," said the baker's.

"What is the name of your king?" Tamlikha asked again. "Abdurrahman," said the baker.

"If what you say is true," said Tamlikha, "my business is really weird! Take this money and give me food!"

Seeing the money, the seller keheran bread in amazement. Because of the money that was taken was money Tamlikha ancient times, the bigger and heavier.

Rabbis who ask it then stood again, and said to Ali bin Abi Talib: "O Ali, if you really know, try to explain to me how long it's value for money compared with new money!"

Imam Ali explains: "My beloved Muhammad the Messenger of Allah peace be upon him told me, that the money brought by Tamlikha than new money, are each equal to ten dirhams long and two-thirds of the new coin!"

Imam Ali then continued his story: Bread Seller and said to Tamlikha: "Ah, how fortunate I am! Apparently you new found treasure! Give leftover money to me? If not, you will be I confronted the king!"

"I did not find the treasure," Tamlikha denied. "This money can me three days ago from the sale of a date for three dirhams! I then left town because of the people all worshiped Diqyanius!"

Seller bread was angry. Then he said: "Is it after you find treasure was also not willing to give up the rest of your money to me? After all you have to mention an ungodly king who claimed himself as a god, while the king was dead more than 300 years ago! Are the so you want to make fun of me? "

Tamlikha then arrested. Then taken away to the king. The new king is a person who can think and be fair. The king asked the people who brought Tamlikha: "What is the story about this guy?"

"He found a treasure," said the people who carry it.

To Tamlikha, the king said: "You need not be afraid as Jesus commanded that we just picked up only one-fifth of the treasure. Commit a fifth of it to me, and then you will be saved."

Tamlikha replied: "Sire, I did not find the treasure! I am a resident of this city!"

The king asked, keheran in amazement: "You people in this town?"

"Yes.'s Right," said Tamlikha.

"Is there someone you know?" asked the king again.

"Yes, there is," replied Tamlikha.

"Mention his name," the king.

Tamlikha mention the names of approximately 1000 people, but there is no single name that is known by the king or by others who were present to listen. They said: "Ah ..., it's not the name of the people who live in our time. However, if you have a house in town?"

"Yes, my lord," replied Tamlikha. "Send one with me!"

The king then ordered some accompanying Tamlikha go. By Tamlikha they were invited to get a home of the highest in the city. Once there, Tamlikha said to the man who delivered: "This is my house!"

House and knock on the door. Get out a man who had very advanced age. A pair of eyebrows in the forehead is so white and shrunken almost covered his eyes because it was too old. He startled fear, and then asked the people who came: "You no need to what?"

Royal envoy accompanying Tamlikha replied: "This young man claimed the house was his home!"

The old man was angry, looking to Tamlikha. While watching he asked: "What is your name?"

"I Tamlikha son Philistines!"

The old man then said: "Say it again!"

Tamlikha mention his name again. Suddenly the old man to his knees at the feet of Tamlikha while saying: "This is datukku! By God, he was one of the people who fled from Diqyanius, king of lawlessness." Then the continuation of a voice emotion: "He took shelter to the Almighty, Creator of heaven and earth. Prophets us, Isa., Previously had told their stories to us and said that they would come back to life!"

Events that occurred in the old man's house later in the report to the king. On horseback, the king soon came to the place Tamlikha who was in the house of the old man. After seeing Tamlikha, the king immediately dismounted. By king Tamlikha lifted upon the shoulders, while the crowd abuzz Tamlikha kissed the hands and feet, wondering: "Hi Tamlikha, how things are your friends?"

Tamlikha let them know that all of his friends are still in the cave.

"At that time the city Aphesus taken care of by two noble palaces. A Muslim and a Christian, others. Two noblemen with their followers go bring Tamlikha way to the cave," said Imam Ali continued.

Tamlikha friends are all still in the cave. Arriving near the cave, said to the two men Tamlikha nobles and their followers: "I am afraid that until my friends hear hooves, or gemerincingnya weapons. Diqyanius They certainly suspect coming and they will all be dead. Therefore you stop just in here. May I myself will go and tell them! "

All Tamlikha stop waiting and go into the cave alone. Seeing Tamlikha came, his friends stood with excitement, and Tamlikha hugged tightly. To Tamlikha they say: "Praise and thanks be to God who has saved you from Diqyanius!"

Tamlikha retorted: "What business does the Diqyanius? Did you know, how long will you stay here?"

"We stayed a day or a few days," they said.

"No!" Tamlikha denied. "You've lived here for 309 years! Diqyanius is long dead! Generation after generation has passed and went, and the town's population has faith in Allah Almighty! They are now coming to see you!"

Tamlikha friends replied: "O Tamlikha, do you want to make this our people were shocked the whole universe?"

"So what do you want?" Tamlikha asked.

"Lift your arms up and we'll do that too," said merekaMereka seven all raise your hands up, and prayed: "O God, the truth that you showed to us about the peculiarities that we are seeing now, unplug back our lives without the knowledge of anyone else! "

God s.w.t. granted them. Then ordered the Angel of Death retracted their lives. Then God s.w.t. wipe out the cave door without a trace. Two people waiting nobles soon came up cave, circled for seven days to look for the door, but without success. Unable to find holes or other entrance to the cave. At that time the two nobles had become convinced about how great the power of Allah swt Two nobles looked at all the events experienced by the occupants of the cave, as shown God's warning to them.

Muslim nobility and said: "They died in an embrace my religion!'m Gonna set up a place of worship at the door of the cave."

Being noble Christian, also said: "They died in an embrace my religion!'m Gonna set up a convent in the mouth of the cave."

Two people were quarreling nobles, and after a dispute weapon, finally defeated by the Christian nobility noble Muslim. With the occurrence of these events, then Allah says:

وكذلك أعثرنا عليهم ليعلموا أن وعد الله حق وأن الساعة لا ريب فيها إذ يتنازعون بينهم أمرهم فقالوا ابنوا عليهم بنيانا ربهم أعلم بهم قال الذين غلبوا على أمرهم لنتخذن عليهم مسجدا
And so we synchronize them, so that they know that free promise of Allah is true, and that free There was no doubt. If they berbalahan between them in their affairs, they say, "Establish a building over them; Sustainer they really know about them." Said the people who control over their affairs, "We will build a mosque on top of them."
Thereupon Imam Ali bin Abi Talib to stop telling the story of the cave dwellers. Then he said to the rabbi who asked the story: "That, O Jew, what has happened in their story.: By Allah, now I want to ask you, do everything I tell you that in accordance with what is stated in your Torah?"

Rabbi replied: "Yes Abal Hasan, thou shalt not add and not subtract, even a single word! Now you do not call myself a Jew, because I testify that there is no god but Allah and that Muhammad is the servant of Allah and His Messenger . I also testify as well, that you people are the most knowledgeable among this ummah!

No comments:

Post a Comment